1. Berdasarkan fungsi atau status operasi
- Bank Sentral
- Bank Umum atau Bank Komersial
- Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
- Bank Tabungan
- Bank Pembangunan
2. Berdasarkan kepemilikan
- Bank Milik Negara
- Bank Pemerintah Daerah
- Bank Swasta Nasional
- Bank Swasta Asing
- Bank Umum Campuran
- Bank Koperasi
3. Berdasarkan kemampuan mengedarkan uang
- Bank Primer
- Bank Sekunder
4. Berdasarkan segi penyediaan jasa
- Bank Devisa
- Bank Non Devisa
Bank dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria, antara lain sebagai berikut :
1. Klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi
a. Bank Sentral
Secara umum, fungsi bank sentral dalam sistem perbankan antara lain:
- Melaksanakan kebijakan moneter dan keuangan;
- Memberi nasehat pada pemerintah untuk soal-soal moneter dan keuangan;
- Melakukan pengawasan, pembinaan,dan pengaturan perbankan;
- Sebagai banker’s bank atau lender of last resort;
- Memelihara stabilitas moneter;
- Melancarkan pembiayaan pembangunan ekonomi;
- Mendorong pengembangan perbankan dan sistem keuangan yang sehat.
Pada Bab II Pasal 4 point 1 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, dikatakan bahwa Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik
Indonesia. Kemudian pada pasal 8 disebutkan tentang tugas-tugas BI
adalah:
- Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
- Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
- Mengatur dan mengawasi bank.
b. Bank Umum atau Bank Komersial
Pada Pasal 1 (butir 3) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran”.
Dengan demikian ada dua cara yang dapat ditempuh oleh bank dalam menjalankan usahanya, yaitu:
a. Secara konvensional.
Dalam hal ini bank menggunakan cara-cara yang biasa dipraktekkan dalam
dunia perbankan pada umumnya, yaitu menggunakan instrumen “bunga”
(interest). Bank akan memberikan jasa bunga tertentu kepada penabung,
deposan, atau giran, di sisi lain bank akan mengenakan jasa atau biaya
bunga juga kepada debitur, tentunya dengan tingkat yang lebih tinggi.
b. Prinsip Syariah
Pada butir 13 Pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 1998 ini, dijelaskan bahwa
“Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan
syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa
murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina).
Dengan adanya prinsip syariah ini, tentunya memberikan keleluasaan
bagi dunia perbankan nasional dalam memobilisasi dana masyarakat.
Sedang bagi masyarakat yang ingin menyimpan dana di bank, maka prinsip
syariah ini merupakan alternatif pilihan lain.
Mengenai bentuk hukum suatu bank umum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 point 1 UU Nomor 10 Tahun 1998, dapat berupa:
Perseroan Terbatas; Koperasi; atau Perusahaan Daerah.
Usaha Bank Umum
Pada Pasal 6 UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, disebutkan
secara rinci mengenai usaha bank. Dan setelah dilakukan perubahan
sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1998, maka usaha bank umum meliputi:
- menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu;
- memberikan kredit;
- menerbitkan surat pengakuan hutang;
- membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya;
- surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa
berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud;
- surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya
tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat
dimaksud;
- kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
- Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
- Obligasi;
- surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
- instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
- memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
- menempatkan dana bank, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakansurat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
- menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
- menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
- melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
- melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
- melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
- menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
- melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR);
Pada Pasal 1 (butir 4) UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU
No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “Bank Perkreditan
Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Pada Bagian Ketiga Pasal 13 UU No.7 Tahun 1992 yang menyangkut Usaha
Bank Perkreditan Rakyat, dan setelah dilakukan perubahan sesuai dengan
UU Nomor 10 Tahun 1998, disebutkan bahwa “Usaha BPR meliputi:
- menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan
itu;
- memberikan kredit;
- menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
- menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank
lain.
Selanjutnya pada Pasal 14 UU Nomor 7 Tahun 1992 disebutkan, bahwa “BPR dilarang:
- menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
- melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
- melakukan penyertaan modal;
- melakukan usaha perasuransian;
- melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Pada Pasal 58 UU Nomor 7 Tahun 1992, juga disebutkan mengenai
macam-macam bank atau lembaga kredit yang diberi status sebagai BPR,
yaitu:
Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih
Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD),
Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga
Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau
lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan UU
ini dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan
a. Bank Milik Negara
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999,
lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan
hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada
sebelumnya.
b. Bank Pemerintah Daerah
Adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik
Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah
(BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing
Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa
Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yaitu salah
satu jenis bank yang dikenal melayani golongan pengusaha mikro, kecil
dan menengah dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat
masyarakat yang membutuhkan.
c. Bank Swasta Nasional
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan
Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta
nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada
akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank
umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di
dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah
bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
d. Bank Swasta Asing
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang)
bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta
asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah
dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan
untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta,
Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan,
dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya
bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
e. Bank Umum Campuran
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan
bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia
dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang
dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih
bank yang berkedudukan di luar negeri.
3. Klasifikasi bank berdasarkan segi penyediaan jasa
a. Bank Devisa
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan
usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal
penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa
keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung
transaksi-transaksi dalam skala internasional.
b. Bank Non Devisa
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani
transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa
dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi
ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah
tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana,
serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar